We Trust in Mourinho and Roman Abramovich

We Trust in Mourinho and Roman Abramovich

Kamis, 17 Mei 2012

Perjalanan Chelsea

Chelsea berhasil mengulang kesuksesan mereka dengan lolos ke partai final Liga Champion untuk yang kedua kalinya.
Berhasil lolos ke final Liga Champion musim ini mungkin tak pernah disang...ka oleh para fans Chelsea, mengingat musim ini mereka sempat mengalami inkonsistensi, terlebih di Premier League. Ya, penampilan mereka merosot drastis sampai berujung pada pemecatan Andre Villas-Boas sebagai pelatih.

Di saat beberapa pemain masih berduka atas pemecatan sang pelatih, Roberto Di Matteo muncul sebagai caretaker. Ia otomatis ditunjuk sebagai pelatih karena ia memang merupakan asisten pelatih Villas-Boas semasa menjabat. Chelsea pun menunda pengumuman suksesor Villas-Boas sampai musim ini benar-benar berakhir.

Di Matteo membawa kejutan, grafik Chelsea mulai menanjak di bawah tangan dinginnya. Dalam 20 pertandingannya, Di Matteo mencatatkan 13 kali kemenangan di semua ajang, empat hasil imbang, dan tiga kali kalah.

Kami tidak akan membahas tentang semua pertandingan Chelsea musim ini, tapi akan kami kerucutkan khusus pada penampilan mereka di kompetisi tertinggi Eropa saja. Perjalanan The Blues di Liga Champion kali ini cukup berliku, mereka beberapa kali lolos dari kekalahan dan nyaris tersingkir.

Tergabung di grup E bersama Bayer Leverkusen, Valencia dan Racing Genk, Chelsea memang menjadi salah satu unggulan. Namun pada kenyataannya, mereka lolos ke babak 16 besar dengan cukup sulit. Sukses menaklukkan Leverkusen di Stamford Bridge dengan skor 2-0 pada pertandingan perdana, Chelsea ditahan 1-1 di Mestalla, kandang Valencia. Pada pertandingan berikutnya, Chelsea sukses membungkam Genk 5-0 di London.

Putaran kedua tampaknya lebih sulit, Chelsea hanya mampu bermain imbang 1-1 saat bertandang ke Genk dan harus takluk 2-1 dari Leverkusen di Jerman. Ini membuat posisi mereka di ujung tanduk, dan harus meraih kemenangan di pertandingan terakhir untuk bisa lolos ke babak selanjutnya. Mereka sukses menekuk Valencia 3-0 dan memastikan lolos ke babak 16 besar sebagai juara grup E.


Di babak knock out, mereka harus bertemu dengan tim kuda hitam asal Italia, Napoli, yang lolos sebagai runner up grup A. Menjalani leg pertama bertandang ke Stadio San Paolo di kota Napoli, Chelsea unggul lebih dulu melalui gol Juan Mata. Namun gawang Petr Cech harus kebobolan sebanyak tiga kali setelahnya, masing-masing oleh gol Ezequiel Lavezzi dan Edinson Cavani di babak pertama, dan tambahan satu gol lagi oleh Lavezzi di babak kedua. Ya, Chelsea takluk 3-1 oleh tuan rumah. Di sini tampaknya perjalanan mereka akan segera berakhir.

Keajaiban terjadi ketika Chelsea menjamu Napoli di leg kedua, Didier Drogba dan John Terry membawa mereka unggul dan membuka harapan kembali. Sampai akhirnya Gokhan Inler berhasil membuat suporter tuan rumah terdiam ketika ia berhasil mencetak gol balasan di awal babak kedua. Gol penalti Frank Lampard menjadi momentum kebangkitan Chelsea, karena sampai pertandingan berakhir Chelsea unggul 3-1. Karena agregat sama, wasit pun melanjutkan pertandingan dengan babak extra time. Dan gol Branislav Ivanovic di menit ke-105 membuat seluruh stadion bersorak, dan sampai akhir pertandingan Napoli tak mampu menyamakan kedudukan. Chelsea pun lolos secara dramatis dengan agregat 5-4.

Setelah lolos dari babak 16 besar, UEFA kembali mengundi pertandingan untuk babak perempat final. Chelsea dipertemukan dengan jagoan Portugal, Benfica. Yang mengejutkan adalah mereka harus bertemu dengan salah satu diantara AC Milan atau Barcelona, jika mampu lolos dari Benfica. Dan mimpi buruk pun terjadi, setelah unggul di dua pertandingan atas Benfica, Chelsea harus menantang sang juara bertahan, Barcelona, di babak semi final.

Siapa yang tidak mengenal Barcelona? Sebagai juara bertahan, Barcelona adalah salah satu tim yang paling ingin dihindari oleh siapapun. Tentu saja bukan hanya karena mereka mampu bermain apik di setiap pertandingannya, tapi juga karena mereka punya seorang Lionel Messi di dalamnya. Pertemuan Chelsea dengan Barcelona di babak semi final merupakan pengulangan bertemunya kembali dua tim ini sejak pertemuan terakhir mereka yang sensasional pada 2009 silam. Saat itu Chelsea tersingkir secara dramatis karena gol Andres Iniesta di menit-menit akhir, meski agregat sama tapi mereka kalah karena gol tandang.

Seperti yang sudah diprediksi sebelumnya, Barcelona akan bermain mengandalkan bola-bola pendek dan menguasai possesion ball. Meski kalah dalam penguasaan bola, Drogba menjadi satu-satunya pencetak gol di pertandingan leg pertama. Memanfaatkan sodoran Ramires, striker asal Pantai Gading itu berhasil membobol gawang Victor Valdes sesaat sebelum babak pertama berakhir. Penampilan gemilang Cech di bawah mistar gawang juga menjadi alasan mengapa tak ada bola yang mampu bersarang di gawang Chelsea.

Kalah di Stamford Bridge, Barcelona berniat menuntut balas di Camp Nou. Setelah menyerang dengan cara bertubi-tubi, gawang Cech harus kebobolan juga melalui gol Sergio Busquets. Bahkan dua menit setelah gol Busquets, Chelsea harus bermain dengan 10 pemain, tepatnya di menit ke-37 setelah John Terry dikartu merah karena tertangkap menendang bagian belakang Alexis Sanchez dengan lututnya.

Unggul jumlah pemain, Barcelona pun berhasil memanfaatkan keuntungan. Sebelum babak pertama berakhir, Iniesta berhasil mencatatkan namanya di papan skor setelah mencetak gol kedua Barcelona. Namun Ramires kembali membuka harapan saat ia mencetak gol cantik saat men-chip bola ke arah gawang Valdes.

Barcelona sebenarnya nyaris membuyarkan mimpi Chelsea, jika saja Messi berhasil mencetak gol saat mengeksekusi penalti di awal-awal babak kedua. Namun sayang tendangannya hanya membentur mistar gawang Cech. Tahu bahwa timnya tak akan lolos dengan hasil ini, Barcelona fokus menyerang. Hampir seluruh pemain fokus untuk menyerang dan berusaha membobol gawang Cech.

Bukannya mencetak gol, Barcelona malah kebobolan di penghujung pertandingan. Fernando Torres yang memanfaatkan umpan jauh berhasil mengecoh Valdes dan mencetak gol, membuat skor menjadi 2-2. Meski kalah jumlah pemain, Chelsea berhasil menyamakan kedudukan dan membuat agregat menjadi 3-2. Ya, lagi-lagi mereka lolos secara dramatis.

Chelsea pun berhasil menancapkan kukunya di final, dan mereka pernah sampai sejauh ini pada 2008 silam. Pada waktu itu mereka harus mengakui keunggulan United yang menang di adu tendangan penalti. Kali ini mereka tak akan membiarkan hal itu terulang kembali, hal ini sudah diantisipasi betul oleh Di Matteo bahkan jika mereka harus menjalani adu tendangan penalti lagi.

Posisi Di Matteo di Chelsea sampai saat ini masih belum aman, meski berhasil membawa mereka memenangkan Piala FA saat membekuk Liverpool 2-1 dua pekan silam di Wembley. Di Matteo tahu benar, bahwa untuk menjadi pelatih tetap Chelsea musim depan ia harus memenangkan satu-satunya trofi yang diidam-idamkan oleh sang pemilik, Roman Abramovich. Jika tidak, ia akan bernasib sama dengan para pendahulunya, dipecat.

Mengingat perjalanan berat dan berliku yang mereka jalani musim ini, Chelsea tak boleh menyia-nyiakan kesempatan untuk memenangkan The Big Ears kali ini. Meski tak diperkuat oleh beberapa pemain kuncinya seperti Terry, Ramires, Ivanovic, dan Raul Meireles, mereka boleh sedikit bernapas lega karena Gary Cahill dan David Luiz tampaknya sudah fit dan bisa memperkuat timnya saat harus menghadapi Bayern Munich di Allianz nanti.

Khusus untuk Terry, Lampard, Ashley Cole, dan Drogba. Ini adalah waktu yang paling tepat untuk memenangkannya, mengingat umur dan waktu mereka di Chelsea tak lagi banyak.


Tidak ada komentar: