Chelsea berhasil mengulang kesuksesan mereka dengan lolos ke partai final Liga Champion untuk yang kedua kalinya.
Berhasil lolos ke final Liga Champion musim ini mungkin tak pernah disang...ka
oleh para fans Chelsea, mengingat musim ini mereka sempat mengalami
inkonsistensi, terlebih di Premier League. Ya, penampilan mereka merosot
drastis sampai berujung pada pemecatan Andre Villas-Boas sebagai
pelatih.
Di saat beberapa pemain masih berduka atas pemecatan
sang pelatih, Roberto Di Matteo muncul sebagai caretaker. Ia otomatis
ditunjuk sebagai pelatih karena ia memang merupakan asisten pelatih
Villas-Boas semasa menjabat. Chelsea pun menunda pengumuman suksesor
Villas-Boas sampai musim ini benar-benar berakhir.
Di Matteo
membawa kejutan, grafik Chelsea mulai menanjak di bawah tangan
dinginnya. Dalam 20 pertandingannya, Di Matteo mencatatkan 13 kali
kemenangan di semua ajang, empat hasil imbang, dan tiga kali kalah.
Kami tidak akan membahas tentang semua pertandingan Chelsea musim ini,
tapi akan kami kerucutkan khusus pada penampilan mereka di kompetisi
tertinggi Eropa saja. Perjalanan The Blues di Liga Champion kali ini
cukup berliku, mereka beberapa kali lolos dari kekalahan dan nyaris
tersingkir.
Tergabung di grup E bersama Bayer Leverkusen,
Valencia dan Racing Genk, Chelsea memang menjadi salah satu unggulan.
Namun pada kenyataannya, mereka lolos ke babak 16 besar dengan cukup
sulit. Sukses menaklukkan Leverkusen di Stamford Bridge dengan skor 2-0
pada pertandingan perdana, Chelsea ditahan 1-1 di Mestalla, kandang
Valencia. Pada pertandingan berikutnya, Chelsea sukses membungkam Genk
5-0 di London.
Putaran kedua tampaknya lebih sulit, Chelsea
hanya mampu bermain imbang 1-1 saat bertandang ke Genk dan harus takluk
2-1 dari Leverkusen di Jerman. Ini membuat posisi mereka di ujung
tanduk, dan harus meraih kemenangan di pertandingan terakhir untuk bisa
lolos ke babak selanjutnya. Mereka sukses menekuk Valencia 3-0 dan
memastikan lolos ke babak 16 besar sebagai juara grup E.
Di babak knock out, mereka harus bertemu dengan tim kuda hitam asal
Italia, Napoli, yang lolos sebagai runner up grup A. Menjalani leg
pertama bertandang ke Stadio San Paolo di kota Napoli, Chelsea unggul
lebih dulu melalui gol Juan Mata. Namun gawang Petr Cech harus kebobolan
sebanyak tiga kali setelahnya, masing-masing oleh gol Ezequiel Lavezzi
dan Edinson Cavani di babak pertama, dan tambahan satu gol lagi oleh
Lavezzi di babak kedua. Ya, Chelsea takluk 3-1 oleh tuan rumah. Di sini
tampaknya perjalanan mereka akan segera berakhir.
Keajaiban
terjadi ketika Chelsea menjamu Napoli di leg kedua, Didier Drogba dan
John Terry membawa mereka unggul dan membuka harapan kembali. Sampai
akhirnya Gokhan Inler berhasil membuat suporter tuan rumah terdiam
ketika ia berhasil mencetak gol balasan di awal babak kedua. Gol penalti
Frank Lampard menjadi momentum kebangkitan Chelsea, karena sampai
pertandingan berakhir Chelsea unggul 3-1. Karena agregat sama, wasit pun
melanjutkan pertandingan dengan babak extra time. Dan gol Branislav
Ivanovic di menit ke-105 membuat seluruh stadion bersorak, dan sampai
akhir pertandingan Napoli tak mampu menyamakan kedudukan. Chelsea pun
lolos secara dramatis dengan agregat 5-4.
Setelah lolos dari
babak 16 besar, UEFA kembali mengundi pertandingan untuk babak perempat
final. Chelsea dipertemukan dengan jagoan Portugal, Benfica. Yang
mengejutkan adalah mereka harus bertemu dengan salah satu diantara AC
Milan atau Barcelona, jika mampu lolos dari Benfica. Dan mimpi buruk pun
terjadi, setelah unggul di dua pertandingan atas Benfica, Chelsea harus
menantang sang juara bertahan, Barcelona, di babak semi final.
Siapa yang tidak mengenal Barcelona? Sebagai juara bertahan, Barcelona
adalah salah satu tim yang paling ingin dihindari oleh siapapun. Tentu
saja bukan hanya karena mereka mampu bermain apik di setiap
pertandingannya, tapi juga karena mereka punya seorang Lionel Messi di
dalamnya. Pertemuan Chelsea dengan Barcelona di babak semi final
merupakan pengulangan bertemunya kembali dua tim ini sejak pertemuan
terakhir mereka yang sensasional pada 2009 silam. Saat itu Chelsea
tersingkir secara dramatis karena gol Andres Iniesta di menit-menit
akhir, meski agregat sama tapi mereka kalah karena gol tandang.
Seperti yang sudah diprediksi sebelumnya, Barcelona akan bermain
mengandalkan bola-bola pendek dan menguasai possesion ball. Meski kalah
dalam penguasaan bola, Drogba menjadi satu-satunya pencetak gol di
pertandingan leg pertama. Memanfaatkan sodoran Ramires, striker asal
Pantai Gading itu berhasil membobol gawang Victor Valdes sesaat sebelum
babak pertama berakhir. Penampilan gemilang Cech di bawah mistar gawang
juga menjadi alasan mengapa tak ada bola yang mampu bersarang di gawang
Chelsea.
Kalah di Stamford Bridge, Barcelona berniat menuntut
balas di Camp Nou. Setelah menyerang dengan cara bertubi-tubi, gawang
Cech harus kebobolan juga melalui gol Sergio Busquets. Bahkan dua menit
setelah gol Busquets, Chelsea harus bermain dengan 10 pemain, tepatnya
di menit ke-37 setelah John Terry dikartu merah karena tertangkap
menendang bagian belakang Alexis Sanchez dengan lututnya.
Unggul jumlah pemain, Barcelona pun berhasil memanfaatkan keuntungan.
Sebelum babak pertama berakhir, Iniesta berhasil mencatatkan namanya di
papan skor setelah mencetak gol kedua Barcelona. Namun Ramires kembali
membuka harapan saat ia mencetak gol cantik saat men-chip bola ke arah
gawang Valdes.
Barcelona sebenarnya nyaris membuyarkan mimpi
Chelsea, jika saja Messi berhasil mencetak gol saat mengeksekusi penalti
di awal-awal babak kedua. Namun sayang tendangannya hanya membentur
mistar gawang Cech. Tahu bahwa timnya tak akan lolos dengan hasil ini,
Barcelona fokus menyerang. Hampir seluruh pemain fokus untuk menyerang
dan berusaha membobol gawang Cech.
Bukannya mencetak gol,
Barcelona malah kebobolan di penghujung pertandingan. Fernando Torres
yang memanfaatkan umpan jauh berhasil mengecoh Valdes dan mencetak gol,
membuat skor menjadi 2-2. Meski kalah jumlah pemain, Chelsea berhasil
menyamakan kedudukan dan membuat agregat menjadi 3-2. Ya, lagi-lagi
mereka lolos secara dramatis.
Chelsea pun berhasil menancapkan
kukunya di final, dan mereka pernah sampai sejauh ini pada 2008 silam.
Pada waktu itu mereka harus mengakui keunggulan United yang menang di
adu tendangan penalti. Kali ini mereka tak akan membiarkan hal itu
terulang kembali, hal ini sudah diantisipasi betul oleh Di Matteo bahkan
jika mereka harus menjalani adu tendangan penalti lagi.
Posisi
Di Matteo di Chelsea sampai saat ini masih belum aman, meski berhasil
membawa mereka memenangkan Piala FA saat membekuk Liverpool 2-1 dua
pekan silam di Wembley. Di Matteo tahu benar, bahwa untuk menjadi
pelatih tetap Chelsea musim depan ia harus memenangkan satu-satunya
trofi yang diidam-idamkan oleh sang pemilik, Roman Abramovich. Jika
tidak, ia akan bernasib sama dengan para pendahulunya, dipecat.
Mengingat perjalanan berat dan berliku yang mereka jalani musim ini,
Chelsea tak boleh menyia-nyiakan kesempatan untuk memenangkan The Big
Ears kali ini. Meski tak diperkuat oleh beberapa pemain kuncinya seperti
Terry, Ramires, Ivanovic, dan Raul Meireles, mereka boleh sedikit
bernapas lega karena Gary Cahill dan David Luiz tampaknya sudah fit dan
bisa memperkuat timnya saat harus menghadapi Bayern Munich di Allianz
nanti.
Khusus untuk Terry, Lampard, Ashley Cole, dan Drogba.
Ini adalah waktu yang paling tepat untuk memenangkannya, mengingat umur
dan waktu mereka di Chelsea tak lagi banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar